Remember this post I made ages ago?
Well, just want to let you know that I failed my own writing.
What happened you asked?
Let's say ... I was being all Icarus with the situation.
Yeah.
Shoulda stick to fangirling writings, eh?
Notes.
- Image of fallen angel (yes, angel, not Icarus) from Supernatural came from http://supernatural.wikia.com
... turned out well so far.
Is it?
Or was it only me?
Udah mau memasuki tengah bulan ketiga, tapi gue masih belum menemukan si 2014 ini mau apa sama gue. Dan apa yang harus gue expect darinya.
Oke, mungkin gue bohong kalo bilang 2014 itu sejauh ini nggak menyenangkan, dan itu akan membuat gue sebagai orang yang melihat dunia dari sisi buruknya aja.
Yes, I did encounter some problems, mulai dari yang masuk akal sampe engga. But they're just being part of my life so far, and those were nothing, compared all the great things happened to me in the past three months or so.
Lagi pula, hidup akan membosankan kalau semuanya berjalan baik-baik saja, kan?
It's the imperfections that make everything ... perfect.
Dan masalah-masalah gue?
Gue memilih untuk tutup mata.
Betul?
Well, nggak selamanya itu betul.
As Robert Smith once said, "I tried to laugh about it, hiding the tears in my eyes."
But, for how long?
Kalo numpuk terus itu air mata lama-lama jebol juga kan?
Kadang ada beberapa penghalang yang bisa ditinggal, dan dia ngga akan muncul lagi di hidup kita. Tapi ada juga yang harus dihadapin dan diselesaikan. Seperti kalau kita main game.
Pasti pernah dong, udah ngabisin stok penghuni kebun binatang dan pake segala combo apapun, tapi itu musuh gak mampus-mampus? Sampe akhirnya kita capek, dan memutuskan untuk manyun ngga mau main game itu lagi. Tapi setelah beberapa lama, ketika kita coba lagi, we defeated the enemy in just one go.
Kadang masalahnya ngga bisa diselesaikan begitu aja dengan taro joystick.
Kadang kita perlu mencari jawabannya dari tempat lain. Website walkthrough, mungkin?
Eh, maksud gue ... Mungkin kita perlu 'make over' situasi. Bukan ngga mungkin permasalahan yang kita hadapi berasal dari kita sendiri, dan reaksi kita terhadap apa yang ada sama kita.
Gue mau curcol sedikit deh ...
Ada saatnya gue merasa kalau gue itu sendirian, bahkan ketika berada di tempat yang ramai dan orang-orangnya gue kenal semua. Jujur aja gue sendiri juga nggak tau kenapa bisa sampai merasa kaya gitu, but it just happened.
And surprisingly, in the past few weeks, this ‘phenomenon’ also happened to few people I know.
Padahal jaman kuliah dulu, gue selalu santai aja kemana-mana sendirian. Kalau lagi ngga ada kelas, gue bisa hop on a bus, terus pergi entah ke sudut kota yang mana, jalan-jalan sebentar, trus naik lagi bus yang sama tapi yang mengarah ke kota. As simple as that.
Then again, mungkin kondisi kotanya juga mendukung untuk melakukan itu ya :|
Tapi, mungkin itu yang perlu gue lakukan sekarang.
Have a life make-over.
Change the routine.
Do something out of the box.
Out of ... the familiarity.
Out of ... life as I know it now.
Well, not too extreme, perhaps. I still need some of the life I had now *looks at wallet*
It’s alright to go out of your personal Hobbiton once in a while, go on an adventure, an unexpected journey. Who knows you might meet your dwarfs, wizards, Elven King, dragon, and many more. Then you'll come back a different person, and you can react differently to your surroundings?
So, you’re facing problems that you never expected before?
Congratulations for growing up, and welcome to adulthood.
Is it?
Or was it only me?
Udah mau memasuki tengah bulan ketiga, tapi gue masih belum menemukan si 2014 ini mau apa sama gue. Dan apa yang harus gue expect darinya.
Oke, mungkin gue bohong kalo bilang 2014 itu sejauh ini nggak menyenangkan, dan itu akan membuat gue sebagai orang yang melihat dunia dari sisi buruknya aja.
Yes, I did encounter some problems, mulai dari yang masuk akal sampe engga. But they're just being part of my life so far, and those were nothing, compared all the great things happened to me in the past three months or so.
Lagi pula, hidup akan membosankan kalau semuanya berjalan baik-baik saja, kan?
It's the imperfections that make everything ... perfect.
Dan masalah-masalah gue?
Gue memilih untuk tutup mata.
Betul?
Well, nggak selamanya itu betul.
As Robert Smith once said, "I tried to laugh about it, hiding the tears in my eyes."
But, for how long?
Kalo numpuk terus itu air mata lama-lama jebol juga kan?
Kadang ada beberapa penghalang yang bisa ditinggal, dan dia ngga akan muncul lagi di hidup kita. Tapi ada juga yang harus dihadapin dan diselesaikan. Seperti kalau kita main game.
Pasti pernah dong, udah ngabisin stok penghuni kebun binatang dan pake segala combo apapun, tapi itu musuh gak mampus-mampus? Sampe akhirnya kita capek, dan memutuskan untuk manyun ngga mau main game itu lagi. Tapi setelah beberapa lama, ketika kita coba lagi, we defeated the enemy in just one go.
Kadang masalahnya ngga bisa diselesaikan begitu aja dengan taro joystick.
Kadang kita perlu mencari jawabannya dari tempat lain. Website walkthrough, mungkin?
Eh, maksud gue ... Mungkin kita perlu 'make over' situasi. Bukan ngga mungkin permasalahan yang kita hadapi berasal dari kita sendiri, dan reaksi kita terhadap apa yang ada sama kita.
Gue mau curcol sedikit deh ...
Ada saatnya gue merasa kalau gue itu sendirian, bahkan ketika berada di tempat yang ramai dan orang-orangnya gue kenal semua. Jujur aja gue sendiri juga nggak tau kenapa bisa sampai merasa kaya gitu, but it just happened.
And surprisingly, in the past few weeks, this ‘phenomenon’ also happened to few people I know.
Padahal jaman kuliah dulu, gue selalu santai aja kemana-mana sendirian. Kalau lagi ngga ada kelas, gue bisa hop on a bus, terus pergi entah ke sudut kota yang mana, jalan-jalan sebentar, trus naik lagi bus yang sama tapi yang mengarah ke kota. As simple as that.
Then again, mungkin kondisi kotanya juga mendukung untuk melakukan itu ya :|
Tapi, mungkin itu yang perlu gue lakukan sekarang.
Have a life make-over.
Change the routine.
Do something out of the box.
Out of ... the familiarity.
Out of ... life as I know it now.
Well, not too extreme, perhaps. I still need some of the life I had now *looks at wallet*
It’s alright to go out of your personal Hobbiton once in a while, go on an adventure, an unexpected journey. Who knows you might meet your dwarfs, wizards, Elven King, dragon, and many more. Then you'll come back a different person, and you can react differently to your surroundings?
So, you’re facing problems that you never expected before?
Congratulations for growing up, and welcome to adulthood.
Notes:
- Husky came from http://www.favewalls.com
- Robert Smith came from http://www.nme.com
- Rex came from http://www.smosh.com
- Bilbo came from ttp://www.westernmorningnews.co.uk
21 February 2014
blog,
rain,
ramblings,
thoughts
0
comments
When My Brain Is Doing What It Was Made For. To Think.
The Glaswegian Jakarta is back!
Setelah Imlek lewat, dan udara kembali panas, gue udah pasrah aja bernyanyi mengucapkan "Goodbye!" sama awan kelabu dan hujan, tapi hari ini mereka menyapa gue lagi. Bihik.
Anyway, mumpung udaranya lagi kaya gini, kita membahas topik yang cakung yuk [tahik, bahasa gue!]. Nope, bukan seputar makanan, karena gue hanya mahir makan, nggak mahir bikin review atau bikin blog kuliner whatsoever.
Jadi gini, semalem itu kan malam Jumat dan tadi pagi gue menemukan tiga post bererot yang [menurut gue] sangat sesuai tema malam Jumat yang identik dengan seram.
Yang pertama, post bertuliskan ‘Commitment is Scary’, ya udah lah ya, gak butuh penjelasan lebih lanjut ini mah.
Yang pertama, post bertuliskan ‘Commitment is Scary’, ya udah lah ya, gak butuh penjelasan lebih lanjut ini mah.
Yang kedua itu post yang menjabarkan [duh, beneran deh bahasa gue!] perbedaan Suka, Sayang, sama Cinta. Ya, memang sebuah topik yang cukup berat untuk dibahas di malam Jumat. Maupun Jumat siang seperti ini. Jadi silakan dibaca aja post-nya, dan pikirkan sendiri. Saya malas bingung.
Pirsawan Blog: Terus kenapa diungkit di sini sik yang dua itu?!
eLmo: Dih, terserah gue dong! blog juga blog gue! Guys? Halo? Ke mana kalian? Jangan tinggalkan aku ...
Anyway, post yang ketiga, dan yang paling bikin termenung, adalah berikut ini:
Aaaahhh ... just one week after that so-called day of love, the world is coming back to the way it should be. Real. Not all those mishy-mushy lovey-dovey thingy.
*dikejar segerombolan orang desa yang membawa obor, harpun dan garpu jerami*
So, have you?
It’s obviously not the most pleasant feeling in the world, but you just can’t deny that not all of them come with tears.
There are people that came with great memories, and when you looked to their photos and had all those feelings mentioned above, all you did was smile and reliving the good days you had with them using that small memory projectors in your head.
There are also people whom no matter how wonderful you had your days with them, no matter how sweet the separation was, but once you looked into their photos, you just can’t hold yourself to burst.
Even people who weren’t actually warming up to you, but even if they had a special place in your heart, you just can’t help your heart not breaking when seeing their photos.
Like when John had to saw Sherlock jumped off the building right before his very eyes. John even pleaded Sherlock to ‘Don't be dead’ on his gravestone.
Like when John had to saw Sherlock jumped off the building right before his very eyes. John even pleaded Sherlock to ‘Don't be dead’ on his gravestone.
Yeah, there’s always have to be a fandom in my entries.
Problem?
The moment’s ruined, I know.
All I know, when you have to be apart with someone, you can never be ready. Even when you think you are. And, by God, it sucks even to think about it, yeah? Knowing that someone around you can be gone from your life at anytime, and that *points to the quote ... the Path post one, not the Sherlock one* happens.
And you know the cliche that comes with it?
“Time heals.”
Okay, it’s not a cliche, actually. It really is.
But don’t you just sick hearing people say that?
No?
Just me then :|
....................................
By the way, you’re not hoping for a solution of this matter in my blog, do you?
Cause I’m just as bad in goodbyes. Let alone saying goodbye to a person, I can’t even say goodbye to my stuffs. Well, some of them. Okay, most of them. Otherwise, my room will be a junkyard. An awesome one, that is. Mwahaha.
I still had this elephant doll that my Da bought me when I was still a wee kid. I think my age was about one-digit number, and my Ma told me I was crying like mad asking for that doll at [I think] Jakarta Fair. My Da didn't buy it for me straightaway, though, he bought it with his next [or the one after next] pay check.
Also, I cried like a sissy schoolgirl who just got dumped by her boyfriend when I was leaving Glasgow on my UK trip last year. The city was so beautifully quirky and artsy, I felt like coming home to a home I never knew I ever had.
See?
You can never be ready for separation, whatever it is.
All you can do is simply enjoying the times you are currently having.
You’ll be afraid, yes. But isn’t it good? Once you got afraid, you’ll do whatever it takes to avoid it to happen.
And if it happened eventually ... well, that’s life. Not everything’s in black and white.
There’s always a rainbow, and pots of gold at the end of it.
There’s always a rainbow, and pots of gold at the end of it.
Life’s not fair, isn’t it?
Enough for now.
Hope you have a fantastic Friday night, my Bloglings! ^^
Notes:
- Photo of grey Jakarta is mine.
- Path posts came from my friends at Path.
- Fanart of Sherlock came from scarvesarecool221b.deviantart.com
- Photo of Glasgow is mine.
- Juliet and Mark came from Photobucket user Rore59.
- Path posts came from my friends at Path.
- Fanart of Sherlock came from scarvesarecool221b.deviantart.com
- Photo of Glasgow is mine.
- Juliet and Mark came from Photobucket user Rore59.
06 February 2014
leon,
luc besson,
malavita,
michelle pfeiffer,
movie,
review,
robert de niro,
stansfield,
the family,
the fifth element
0
comments
[Review.Movie] Malavita/The Family.2013
Hello, bloglings!
[apalah itu artinya]
How’s your 2014 so far?
[Iya, gue tau ini udah masuk bulan kedua 2014. Boleh dong basa basi dikit.]
Mine’s been awesome.
As
usual, quoting Frankie Paige, “I love being me.”
Duh, jadi kangen nonton Stigmata lagi, berikut
pendeta gantengnya. Nah, speaking about pendeta ganteng, blog gue kali ini
tidak ada hubungannya dengan dunia keagamaan. Karena gue mau bikin review film yang tidak ada hubungannya
sama dunia keagamaan, Malavita.
Sebenernya filmnya udah gue tonton, like, beberapa minggu lalu.
I think. Atau dua minggu lalu gitu. Yang jelas masih di Januari deh, gue juga ngga terlalu inget. Ingatan gue
nggak lebih baik dari dua ekor kucing kampung yang lagi bersitegang, kemudian
disiram air. Tapi, gue inget kalau udah ngincer film
ini sejak lihat posternya di
Singapore September tahun lalu (dan sampai saat ini belum gue bikin blog entry jalan-jalan gue itu,
maupun pamer fotonya di Facebook. Apa kata dunia?). Secara shallow, gue
terpikat sama pemeran-pemerannya, Robert DeNiro, Michelle Pfeiffer, dan Tommy
Lee Jones.
Oh yeah.
Rombongan senior kece.
Waktu mulai main mata sama posternya, secara malu dan jujur gue mengakui kalau
nggak tau apa-apa soal filmnya.
Cuma dapet petunjuk dari Heorhe, kalau trailer-nya lucu, dan keluarga itu bodor
banget.
Yeah,
jangan bilang-bilang Heorhe ya, tapi agak-agak kurang membantu gitu
informasinya untuk latar belakang film ini. Dan setelah dapet info itu gue tetep aja
nggak berusaha mencari
trailer-nya, maupun informasi
lain soal film ini. Saat
itu bener-bener yang ada di otak cuma niatan suci untuk menunaikan ibadah
Cornetto Trilogy, nonton The World’s End. Film
ini pun terlupakan dari database otak, sampai beberapa waktu lalu. Ketika geng gue yang
beranggotakan teman-teman SMA main ke rumah, dan sodaranya si Didiet, teman
SMA-turned-pacarnya adik gue, membawa sebutir external HD yang berisi kumpulan
film dan series. Setelah browsing isinya sebentar, terpilihlah si Malavita
ini, atau yang juga populer dengan judul The Family, dan diangkat dari novel karya Tonino Benacquista.
You know you’re watching an insanely entertaining
movie, when it only takes around five minutes for you to laugh silly over a man
taking a dead body out of his car’s boot.
Robert DeNiro di sini berperan sebagai seorang
ex-mafia, Giovanni Manzoni.
Gio dan keluarganya berada dalam Witness Protection Program (iya, mulai
dari sini aja gue udah merasa absurd XD ), di bawah ‘asuhan’ seorang agen CIA,
Robert Stansfield (Tommy Lee Jones), dan dua agen lain yang terlihat seperti saudara jauh Happy-nya Tony
Stark.
Keluarga
bahagia ini direlokasi ke sebuah kota kecil di Prancis, yang wajar-wajar saja, bahkan cenderung
membosankan (untuk ukuran
mantan mafia). Baru hari pertama mereka berada di kota itu, sang
istri, Maggie (Michelle Pfeiffer) sudah harus menghadapi orang-orang kota yang
menstereotip orang Amerika, dan kedua anak Gio, Belle (Dianna Agron) dan Warren
(John D’Leo) harus menghadapi murid-murid sekolah baru mereka yang ajaib. Dan
nggak mutu :|
Asli deh, pas nonton bagian Belle dan Warren ketemu sama teman-teman
sekolahnya yang baru, gue takjub banget lihat bocah-bocah ABG Prancis
itu. Duh! Nggak ada bagus-bagusnya acan! (iya ini jahat) Mungkin mereka-mereka yang terlihat tampan
di catwalk maupun pinggir jalan itu, orang-orang Eropa dengan hybrid khusus ya?
Bukan yang pure-blood macam
bocah-bocah desa ini?
*eLmo
diiket di puncak menara Eiffel*
Anyway
… *sambil memanjat turun menara Eiffel* gue suka karakter dua anak ini, Belle dan
Warren (duh, namanya nggak santai banget). Mereka anak-anak manis, untuk ukuran
mafia, dan memiliki bakatnya masing-masing. Yah, gue nggak akan spoiler bakat
mereka di sini, you just have to see it yourself. Karena, menurut gue mereka berdua
adalah elements of surprise film Malavita ini.
Selain dua bocah gendeng yang mengejutkan itu, ada juga sang ticking bomb, yaitu musuh Gio, Don
Luchese (Stan Carp), yang sedang mencari-cari keluarga ini dengan buasnya,
bahkan dari dalam penjara. Dan seperti pada umumnya bos mafia, walaupun udah di penjara, ada aja gitu ya orang-orang yang masih menghamba padanya, mulai dari nengokin di penjara sampe bawain koran.
Bos mafia rivalnya dipenjara, Gio pun sibuk ... nulis novel. Novel sejarah. Topiknya berat sekali.
Asik kali ya menyepi ke pinggiran kota, trus nulis novel [yang tidak harus novel sejarah] sendirian, kaya Uncle Jamie di Love Actually, trus naksir-naksiran sama gadis desa dari Portugis.
Eh?
Lho?
Ya sudahlah ya, sampe situ aja gue cerita soal
film ini, karena saya sudah mulai ngelantur, dan akan lebih afdol kalau film ini ditonton sendiri, bukan dari cerita orang lain. Kalo kalian pernah
nonton
Léon: The Professional, The Fifth Element, atau ... Arthur and the Invisibles, mungkin? Ya ngerti deh ya
kebodoran film-film Luc Besson itu gimana. Kalau belum ... nonton aja, it’s
highly entertaining, and i’m not even being biased.
Gue sendiri baru tau kalo film ini sutradaranya
Luc Besson itu waktu end credits-nya muncul, Directed By Luc Besson, dan
langsung paham aja gitu kenapa filmnya sesinting ini. Padahal pas Tommy Lee
Jones muncul dengan nama Agent Stansfield, gue udah ngikik-ngikik sendiri
teringat Stansfield yang satunya di Léon: The Professional.
Ternyata ada udang di balik nama.
Speaking
about names ... you’ll be surprised to know where the name Malavita came from.
Notes:
- Malavita poster came from http://teaser-trailer.com
- Gio and Maggie came from http://orleepasion.com
- Gio and Stansfield came from http://www.toledoblade.com
- The Famous Cock came from http://cinemateaser.com
- Gio and pooch came from http://www.gannett-cdn.com
- Blake family came from http://www.fanpop.com
- Belle and Warren came from http://www.cinesportstalk.com
- Leon's fanart poster came from http://ifwemadeit.blogspot.com
Subscribe to:
Posts (Atom)